BAB1 Menapaki Jalan Terjal HAM di Indonesia
A.Kasus Pelanggaran HAM
} Pengertian Pelanggaran HAM
Menurut pasal 1 ayat 6 UU no 39
tahun 1999
yaitu “setiap perbuatan
seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut HAM seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
} 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM
1.
Diskriminasi yaitu suatu pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung maupun
tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, jenis kelamin, bahasa, keyakinan dan politik yang
berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik secara individual maupun kolektif dalam
semua aspek kehidupan.
2.
Penyiksaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau
orang ketiga.
Berdasarkan sifatnya pelanggaran dapat dibedakan
menjadi dua
a.
Pelanggaran HAM berat yaitu pelanggaran HAM yang berbahaya dan mengancam
nyawa manusia seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, perbudakan,
penyanderaan dan sebagainya.
Pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang RI Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan menjadi dua:
A.
Kejahatan genosida yaitu
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara :
1. membunuh
anggota kelompok;
2. mengakibatkan penderitaan
fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
3. menciptakan kondisi
kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagiannya;
4. memaksakan tindakan-tindakan
yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5. memindahkan secara paksa
anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
B. Kejahatan terhadap kemanusian yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil,
berupa :
1. pembunuhan
2. pemusnahan
3. perbudakan
4. pengusiran atau pemindahan
penduduk secara paksa
5. perampasan kemerdekaan
atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang- wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan
pokok hukum internasional
6. penyiksaan
7. perkosaan, perbudakan
seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara
8. penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
9. penghilangan orang secara paksa; atau
10.
kejahatan apartheid yaitu
sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu pemerintahan dengan tujuan
untuk melindungi hak-hak istimewa dari suatu ras atau bangsa
b.
Pelanggaran HAM ringan yaitu pelanggaran HAM yang tidak mengancam keselamatan jiwa manusia,
akan tetapi dapat berbahaya jika tidak segera ditanggulangi. Misalnya,
kelalaian dalam pemberian pelayanan kesehatan, pencemaran lingkungan yang
disengaja dan sebagainya.
Penyebab Pelanggaran Hak Asasi Manusiaa.
Faktor
internal yaitu dorongan untuk
melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM,
diantaranya adalah:
1) Sikap egois atau terlalu
mementing diri sendiri
Sikap ini akan menyebabkan
seseorang untuk selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sering
diabaikan. Seseorang yang mempunyai sikap seperti ini, akan menghalalkan segala
cara supaya haknya bisa terpenuhi, meskipun caranya tersebut dapat melanggar
hak orang lain.
2) Rendahnya kesadaran HAM
Hal ini akan menyebabkan
pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya. Pelaku tidak mau tahu bahwa orang
lain pun mempunyai hak asasi yang yang harus dihormati. Sikap tidak mau tahu
ini berakibat muncul perilaku atau tindakan penyimpangan terhadap hak asasi
manusia.
3) Sikap tidak toleran
Sikap ini akan menyebabkan
munculnya saling tidak menghargai dan tidak menghormati atas kedudukan atau
keberadaan orang lain. Sikap ini pada akhirnya akan mendorong orang untuk
melakukan diskriminasi kepada orang lain.
Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor di luar
diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan
pelanggaran HAM, diantaranya sebagai berikut:
1.
Penyalahgunaan
kekuasaan
Di masyarakat terdapat banyak kekuasaan yang
berlaku. Kekuasaan disini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah,
tetapi juga bentuk-bentuk kekuasaan lain yang terdapat di masyarakat. Salah
satu contohnya adalah kekuasaan di perusahaan. Para pengusaha yang tidak
memperdulikan hak-hak buruhnya jelas melanggar hak asasi manusia. Oleh karena
itu, setiap penyalahgunaan kekuasaan mendorong timbulnya pelanggaran HAM
2.
Ketidaktegasan
aparat penegak hukum
Aparat penegak hukum yang tidak bertindak
tegas terhadap setiap pelanggaran HAM, tentu saja akan mendorong timbulnya
pelanggaran HAM lainnya. Penyelesaian kasus pelanggaran yang tidak tuntas akan
menjadi pemicu bagi munculnya kasus-kasus lain, para pelaku tidak akan merasa
jera, dikarenakan mereka tidak menerima sanksi yang tegas atas perbuatannya
itu. Selain hal tersebut, aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang
juga merupakan bentuk pelanggaran HAM dan menjadi contoh yang tidak baik, serta
dapat mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat pada
umumnya.
3.
Penyalahgunaan
teknologi
Kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh
yang positif, tetapi bisa juga memberikan pengaruh negatif bahkan dapat memicu
timbulnya kejahatan
4.
Kesenjangan
sosial dan ekonomi yang tinggi
Kesenjangan menggambarkan telah terjadinya
ketidakseimbangan yang mencolok didalam kehidupan masyarakat. Biasanya
pemicunya adalah perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang dimiliki. Apabila
hal tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM,
misalnya perbudakan, pelecehan, perampokan bahkan bisa saja terjadi pembunuhan.
Kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
a. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24
orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis
hakim kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.
b. Penyerbuan Kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996.
Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka dan 23 orang hilang.
Keputusan majelis hakim kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas
dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari.
c. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998.
Dalam kasus ini 5 (lima) orang tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus
ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa
divonis 2 - 5 bulan penjara dan 9 orang anggota Brimob dipecat dan dipenjara
3-6 tahun
d. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima
orang tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24
September 1999 yang memakan lima orang korban meninggal.
e. Penculikan aktivis, pada bulan April 1997 - April 1999. Dalam kasus
ini 20 orang aktivis dinyatakan hilang (9 orang diantaranya telah dibebaskan
dan 11 orang dinyatakan hilang). Mahkamah Militer memvonis komandan Tim mawar
Kopassus dengan 22 bulan penjara dan dipecat dari TNI, empat orang terdakwa
dipecat dan divonis 20 bulan penjara, tiga orang terdakwa divonis 16 bulan
penjara dan tiga orang terdakwa divonis 12 bulan penjara.
f. Meninggalnya Munir yang merupakan aktivis HAM Indonesia, pada tanggal
7 September 2004. Munir meninggal dunia dalam perjalanan udara dari Jakarta ke
Amsterdam. Otopsi oleh Netherlands
Forensic Institute menyimpulkan Munir tewas akibat racun arsenik. Dalam kasus
ini, vonis terhadap pelaku mengalami beberapa perubahan. Pada awalnya Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan vonis 14 tahun penjara, tetapi
putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan Pelaku tidak terbukti membunuh. Ia
hanya dihukum dua tahun penjara atas penggunaan surat palsu. Kemudian Tim
Pengacara Munir mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung
tersebut, akhirnya pelaku dihukum 20 tahun penjara karena terbukti dan
meyakinkan telah melakukan pembunuhan terhadap Munir.
Upaya
Pemerintah dalam Menegakkan HAM
a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara
hukum, sosial, politik harus dipertahankan dalam keadaan apapun sesuai dengan
prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.
b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada
ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikannya
dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya
sedemikian rupa, sehingga merupkan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
hukum nasional.
Pemerintah
Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah
strategis, diantaranya:
a. Pembentukan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50
tahun 1993. keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang- Undang RI
Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asas Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99.
Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya
yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR
berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan
anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat dianggkat lagi hanya untuk satu
kali masa jabatan.
Komnas
HAM mempunyai wewenang sebagai berikut
1) melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah
2) menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi
3) menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia
kepada pemerintah dan DPR untuk ditindak lanjuti.
4) memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan
sengketa di pengadilan.
b.
Pembentukan Instrumen HAM.
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan
penegakkan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan
perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. Instrumen
HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian
hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM.
Adapun peraturan
perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM adalah:
1) Pada Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab X A
yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih
dahulu mengatur mengenai masalah HAM.
2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 ditetapkan sebuah Ketetapan MPR
mengenai Hak Asasi Manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.
3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.
4) Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1
Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah
undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM.
5) Ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak,
yaitu: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak
} Undang-Undang Republik
IndonesiaI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
} Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
6). Meratifikasi instrumen
HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang
diratifikasi diantaranya: Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi
dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1958.
a. Konvensi Tentang Hak Politik
Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1958.
b. Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of
Discrimination againts Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.
c. Konvensi Hak Anak (Convention
on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor
36 Tahun 1990.
d. Konvensi Pelarangan,
Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Penyimpanannya
serta pemusnahannya (Convention on the Prohobition of the Development,
Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxic
Weaponsand on their Destruction). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden
Nomor 58 Tahun 1991.
e. Konvensi Internasional
terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts
Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 1993.
f. Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,
atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention).
Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998
c.
Pembentukan
Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat
yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia baik perseorangan maupun
masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan
perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.
Pengadilan HAM bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat. Disamping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial
wilayah Indonesia.
Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
} Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Mencegah
lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian
dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakkan HAM.
Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua
faktor penyebab dari pelanggaran HAM. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul,
maka pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:
1) Supremasi hukum dan
demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan
perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari
tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
2) Meningkatkan kualitas
pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh
pemerintah.
3) Meningkatkan pengawasan dari
masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang
dilakukan oleh pemerintah.
4) Meningkatkan penyebarluasan
prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal
(sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan
kursus-kursus).
5) Meningkatkan profesionalisme
lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6) Meningkatkan kerja sama yang
harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling
memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing
Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Pengadilan HAM
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM
diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan
presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya
undang-undang tersebut kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan
diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
Penyelesaian kasus pelanggaran
HAM berat di Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Berdasarkan undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada
ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh
Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali
tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM
dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari
oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya. Penahanan di Pengadilan
Tinggi dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30
hari. Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang
paling lama 30 hari.
Adapun penyelidikan
di terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM.
Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang
terdiri dari Komnas Ham dan unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM
yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada
Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindak lanjuti
laporan dari Komnas Ham tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk
penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
Pemeriksaan perkara
pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim terdiri
atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc di
Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Perilaku yang Mendukung
Upaya Penegakkan HAM di Indonesia
Upaya
penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa didukung
oleh sikap dan perilaku warga negaranya yang mencerminkan perhormatan terhadap
hak asasi manusia. Sebagai warga negara dari bangsa yang dan negara yang
beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia
beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap
tersebut dapat kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar